Permainan dan mainan dalam konteks budaya masyarakat Sunda masa lalu sangat erat kaitannya dengan alam. “Keakraban” ini terjalin karena manusia Sunda di masa lalu itu memanfaatkan alam dalam kehidupan keseharian mereka. Hubungan harmonis dengan alam ini dilestarikan dan juga berkembang dalam sikap dan cara hidup sehari-hari mereka, termasuk di dalamnya tata asuh anak agar anak sedini mungkin dapat mengenal lingkungan sekitarnya
Kekayaan Jawa Barat bukan hanya dari segi alamnya tetapi juga budayanya. Budaya yang melimpah ini adalah sebuah kekayaan yang perlu dipertahankan keberadaannya. Leluhur mereka mungkin telah menyadari hal ini dengan baik, kemudian membentuk sebuah pola pembudayaan yang sadar akan lingkungan dan kepentingan regenerasi melalui permainan bagi anak, sekaligus sebagai upaya untuk mengajarkan hasil karya dan cipta dari masyarakatnya.
Keberadaan mainan dan permainan Sunda pada masa lalu kini mungkin hanya dapat dipahami dan “dirasakan” keberadaannya di beberapa wilayah saja, mungkin kita harus jauh melihatnya ke wilayah adat, wilayah yang masih “menjaga” budaya Sunda Lama. Baik itu wilayah yang terbentuk dari Kabuyutan, wilayah-wilayah adat yang menjadi kantung-kantung peninggalan kerajaan, dan wilayah masyarakat yang secara sadar masih patuh dengan aturan-aturan yang dahulu ditetapkan. Di wilayah-wilayah tersebut permainan dan mainan anak lahir dan juga berkembang dalam sebuah pola yang sinergis guna mempertahankan adat dan tradisi mereka.
Permainan di Masyarakat Sunda Kuna
Permainan dalam budaya Sunda di masa lalu menempati posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Naskah Siksa Kanda Ng Karesian yaitu sebuah naskah kuna yang cukup terkenal di Jawa Barat, menempatkan mereka yang ahli dalam membuat permainan (empul) sejajar dengan keahlian lainnya terutama keahlian yang berhubungan dengan seni misalnya ahli ukir, ahli tempa, ahli pantun, ahli masak, ahli kain, ahli karawitan, ahli cerita, dalang, dsb. Ini memberikan kita bukti bahwa masyarakat Sunda pada masa lalu memahami betul membuat permainan atau mainan itu memerlukan tingkat kecerdasan yang tinggi, agar apa yang diciptakannya selain digemari, juga diperlukan oleh masyarakat.
Naskah Siksa Kanda Ng Karesian merupakan salah satu sumber penting untuk mengetahui budaya dan sejarah tatar Sunda. Dalam naskah itu juga di sebutkan 11 permainan yang terdapat pada masa lalu seperti: Asup kan lantar, Babakutrakan, Babarongan, Ceta maceuh, Ceta nirus, Munikeun Lembur, Neureuy Panca, Ngadu lesung, Ngadu nini, Tatapukan, dan Ubang-ubangan. Dimungkinkan ada jenis permainan yang diikuti oleh nyanyian (kawih) karena istilah babarongan selain digunakan sebagai nama permainan juga merupakan nama kawih.
Dalam pola pendidikan seorang anak juga bisa menjadi teladan bagi orang yang lebih tua yang dalam Siksa Kanda Ng Karesian disebut sebagai guru rare. Guru kaki (pelajaran dari kakek); guru kakang (pelajaran dari Kakak) dan jika pelajaran itu dari ibu atau bapak disebut dengan guru kamulan. Sebutan-sebutan ini membuktikan bahwa masing-masing pihak dapat menjadi teladan bagi lainnya, pun itu datang dari seorang anak kecil.
Apa yang diberitakan dalam naskah Siksa Kanda Ng Karesiang menjadi sebuah gambaran bahwa masyarakat Sunda pada masa lalu menyukai permainan sebagai cara dalam mendidik anak dan juga berfungsi sebagi hiburan. Permainan-permainan yang disebutkan mungkin sangat terkenal pada masa lalu terutama pada zaman kerajaan Sunda.
Jenis Permainan Masyarakat Sunda Lama
Alam beserta lingkungan di wilayah Sunda atau di Tatar Sunda sangat berperan besar pada terciptanya berbagai jenis mainan dan permainan. Latar belakang dan sejarah masyarakat Sunda termasuk usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga ikut andil mempengaruhi. Di samping itu, pola atau tata cara asuh anak jelas sangat menentukan.
Di beberapa wilayah Jawa Barat, di desa-desa adat Sunda, pada saat upacara-upacara adat mereka, permainan tradisional rakyat itu kerap hadir dan ditampilkan sebagai bagian dari pelengkap kegiatan upacara. Misalnya pada upacara seren taun di Cigugur Kuningan, gogolekan yang terbuat dari padi akan dibuat dan diperuntukan sebagai bagian dari persembahan untuk Hyang Pohaci; Dewi Padi; Dewi Sri.
Gogolekan itu adalah mainan anak yang mereka mainkan saat ikut bersama orang tuanya ke sawah atau ke kebun meskipun menggunakan material yang berbeda, biasanya menggunakan daun-daunan jika anak yang membuatnya. Kasus yang sama terjadi pada beberapa jenis alat kesenian, yang dahulunya merupakan alat musik yang di mainkan seorang anak, karinding misalnya.
Berikut beberapa jenis mainan dan permainan yang ada di tatar Sunda:
Kekayaan Jawa Barat bukan hanya dari segi alamnya tetapi juga budayanya. Budaya yang melimpah ini adalah sebuah kekayaan yang perlu dipertahankan keberadaannya. Leluhur mereka mungkin telah menyadari hal ini dengan baik, kemudian membentuk sebuah pola pembudayaan yang sadar akan lingkungan dan kepentingan regenerasi melalui permainan bagi anak, sekaligus sebagai upaya untuk mengajarkan hasil karya dan cipta dari masyarakatnya.
Karinding bambu (panjang) dan karinding aren (pendek)”. Foto awal dari Ilham Nurwansah |
Keberadaan mainan dan permainan Sunda pada masa lalu kini mungkin hanya dapat dipahami dan “dirasakan” keberadaannya di beberapa wilayah saja, mungkin kita harus jauh melihatnya ke wilayah adat, wilayah yang masih “menjaga” budaya Sunda Lama. Baik itu wilayah yang terbentuk dari Kabuyutan, wilayah-wilayah adat yang menjadi kantung-kantung peninggalan kerajaan, dan wilayah masyarakat yang secara sadar masih patuh dengan aturan-aturan yang dahulu ditetapkan. Di wilayah-wilayah tersebut permainan dan mainan anak lahir dan juga berkembang dalam sebuah pola yang sinergis guna mempertahankan adat dan tradisi mereka.
Permainan di Masyarakat Sunda Kuna
Permainan dalam budaya Sunda di masa lalu menempati posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Naskah Siksa Kanda Ng Karesian yaitu sebuah naskah kuna yang cukup terkenal di Jawa Barat, menempatkan mereka yang ahli dalam membuat permainan (empul) sejajar dengan keahlian lainnya terutama keahlian yang berhubungan dengan seni misalnya ahli ukir, ahli tempa, ahli pantun, ahli masak, ahli kain, ahli karawitan, ahli cerita, dalang, dsb. Ini memberikan kita bukti bahwa masyarakat Sunda pada masa lalu memahami betul membuat permainan atau mainan itu memerlukan tingkat kecerdasan yang tinggi, agar apa yang diciptakannya selain digemari, juga diperlukan oleh masyarakat.
Naskah Siksa Kanda Ng Karesian merupakan salah satu sumber penting untuk mengetahui budaya dan sejarah tatar Sunda. Dalam naskah itu juga di sebutkan 11 permainan yang terdapat pada masa lalu seperti: Asup kan lantar, Babakutrakan, Babarongan, Ceta maceuh, Ceta nirus, Munikeun Lembur, Neureuy Panca, Ngadu lesung, Ngadu nini, Tatapukan, dan Ubang-ubangan. Dimungkinkan ada jenis permainan yang diikuti oleh nyanyian (kawih) karena istilah babarongan selain digunakan sebagai nama permainan juga merupakan nama kawih.
Dalam pola pendidikan seorang anak juga bisa menjadi teladan bagi orang yang lebih tua yang dalam Siksa Kanda Ng Karesian disebut sebagai guru rare. Guru kaki (pelajaran dari kakek); guru kakang (pelajaran dari Kakak) dan jika pelajaran itu dari ibu atau bapak disebut dengan guru kamulan. Sebutan-sebutan ini membuktikan bahwa masing-masing pihak dapat menjadi teladan bagi lainnya, pun itu datang dari seorang anak kecil.
Apa yang diberitakan dalam naskah Siksa Kanda Ng Karesiang menjadi sebuah gambaran bahwa masyarakat Sunda pada masa lalu menyukai permainan sebagai cara dalam mendidik anak dan juga berfungsi sebagi hiburan. Permainan-permainan yang disebutkan mungkin sangat terkenal pada masa lalu terutama pada zaman kerajaan Sunda.
Jenis Permainan Masyarakat Sunda Lama
Alam beserta lingkungan di wilayah Sunda atau di Tatar Sunda sangat berperan besar pada terciptanya berbagai jenis mainan dan permainan. Latar belakang dan sejarah masyarakat Sunda termasuk usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga ikut andil mempengaruhi. Di samping itu, pola atau tata cara asuh anak jelas sangat menentukan.
Di beberapa wilayah Jawa Barat, di desa-desa adat Sunda, pada saat upacara-upacara adat mereka, permainan tradisional rakyat itu kerap hadir dan ditampilkan sebagai bagian dari pelengkap kegiatan upacara. Misalnya pada upacara seren taun di Cigugur Kuningan, gogolekan yang terbuat dari padi akan dibuat dan diperuntukan sebagai bagian dari persembahan untuk Hyang Pohaci; Dewi Padi; Dewi Sri.
Gogolekan itu adalah mainan anak yang mereka mainkan saat ikut bersama orang tuanya ke sawah atau ke kebun meskipun menggunakan material yang berbeda, biasanya menggunakan daun-daunan jika anak yang membuatnya. Kasus yang sama terjadi pada beberapa jenis alat kesenian, yang dahulunya merupakan alat musik yang di mainkan seorang anak, karinding misalnya.
Berikut beberapa jenis mainan dan permainan yang ada di tatar Sunda:
- Angsretan
- Anjang-anjangan
- Bangbara ngapung
- Bebedilan
- Bedil jepret
- Bebeletokan
- Bebentengan
- Boyboyan
- Budug sumput
- Celempung
- Dodombaan
- Dog-dog
- Empet-empetan
- Encrak
- Ewod
- Gogolekan
- Golek kembang
- Hahayaman jukut
- Hatong
- Jajangkungan
- Karinding
- Katepel
- Kakalungan
- Kekerisan
- Kelom batok
- Ker-keran
- Keprak
- Kokoprak
- Kolecer
- Kukudaan
- Ngadu muncang
- Ngadu Jangkrik
- Nok-nok
- Oray orayan
- Panggal-gasing
- Pamikatan
- Pecle
- Pepeletokan
- Posong
- Rorodaan
- Sanari
- Sasapian
- Sesengekan
- Simeut cudang
- Sisimeutan
- Sorolok
- Suling
- Sumpit
- Tok-tokan
- Toleot
- Ucing Sumput
- Uudagan
Keragaman jenis, bentuk serta fungsi permainan atau mainan anak merupakan buah penghayatan yang dilakukan oleh sebagian orang yang kemudian diterima masyarakat secara luas. Kejelian dari si pembuatnya itu justru terlihat dari upaya penyelarasan dengan alam dan lingkungan, terutama dari segi bentuk dan juga media atau material yang digunakan. Beberapa mainan yang diikut sertakan pada upacara adat bahkan dipercaya sebagai persembahan untuk ‘menghibur’ para Karuhun (leluhur).
Permainan sebagai warisan dari budaya Sunda, pada saat ini sudah banyak yang ditinggalkan oleh mereka yang konon pewarisnya. Hal yang sama juga terjadi di beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Kini orang tua dan anaknya lebih menyukai permainan yang konon modern dan dibuat di pabrik-pabrik dengan bahan yang bisa jadi mungkin berbahaya. Di samping itu, perkembangan teknologi juga semakin gencar menawarkan bentuk-bentuk permainan digital-elektornik bagi anak. Permainan Tradisional sebenarnya mengajarkan anak untuk berkeretivitas, karena selain harus bisa memainkannya, mereka juga harus bisa membuatnya.
Pelbagai bentuk permainan dan mainan tradisional Sunda sangat dekat dengan alam sekitar. Leluhur Orang Sunda tahu betul bahwa alam pada hakikatnya telah menyediakan media dan tempat bermain yang tak terbatas bagi anak. Masalahnya, kini lingkungan juga tidak lagi menyediakan tempat untuk anak bermain.
Permainan sebagai warisan dari budaya Sunda, pada saat ini sudah banyak yang ditinggalkan oleh mereka yang konon pewarisnya. Hal yang sama juga terjadi di beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Kini orang tua dan anaknya lebih menyukai permainan yang konon modern dan dibuat di pabrik-pabrik dengan bahan yang bisa jadi mungkin berbahaya. Di samping itu, perkembangan teknologi juga semakin gencar menawarkan bentuk-bentuk permainan digital-elektornik bagi anak. Permainan Tradisional sebenarnya mengajarkan anak untuk berkeretivitas, karena selain harus bisa memainkannya, mereka juga harus bisa membuatnya.
Pelbagai bentuk permainan dan mainan tradisional Sunda sangat dekat dengan alam sekitar. Leluhur Orang Sunda tahu betul bahwa alam pada hakikatnya telah menyediakan media dan tempat bermain yang tak terbatas bagi anak. Masalahnya, kini lingkungan juga tidak lagi menyediakan tempat untuk anak bermain.
Sumber : http://www.wacananusantara.org